Beberapa hari lalu, para penyayang hewan khususnya anjing digemparkan adanya laporan tentang anjing yg dipukuli, dianiaya karena diduga sebagai pengawal babi ngepet.
Kejadian mengambil tempat di jl. Harun 8, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat.
Perumahan padat penduduk dengan akses jalan sempit, dan ada kebun pisang ditengah area tersebut. Area ini yang dikabarkan tempat anjing ini terlihat mengiringi babi ngepet, bersama 1 anjing lainnya.
Warga yang resah sejak tgl 24 maret mengintai lingkungan mereka sendiri, rajin ronda dan meningkatkan kewaspadaan. Ini semua berawal dari laporan beberapa warga yang mengaku kehilangan uangnya secara misterius. Yang lalu tuduhan dilemparkan ke aksi babi ngepet yang mereka percayai sebagai biang keladi.
Tepat sabtu subuh 2 April, sekitar jam 3 subuh, warga mengaku melihat sesosok babi dikawal dua anjing melintas. Lalu mereka mengejar dan mengepung rombongan ini, namun babi ngepet tersebut dikabarkan menghilang bagai asap, sedangkan 1 anjing lain lolos, tertinggallah si anjing yang satu. Dipukuli, entah pakai apa aja, sampai kaki kanan depan patah yg patahannya sempurna sekali tanpa remug, pertanda hantaman benda tumpul yg sangat keras. Ada dugaan pukulan mendarat juga dikepala karena mata memerah. Kaki kanan depan juga luka terbuka karena sabetan benda tajam.
Warga mengikat anjing ini, di sekitar kebun pisang agar memancing si babi ngepet kembali tuk menjemput pulang si anjing.
Siang hari, beredar kabar ini di sosmed. Ada yang japri gw via whatsapp, ada yg mention di instagram. Macam2. Ah, udah ada penyayang hewan yang kesana. Pasti beres lah. Gw acuhkan laporan ini dan lanjut beraktivitas di shelter bersama teman2 Animal Defenders lain.
Sore menjelang. Kabar bahwa di lokasi makin tidak kondusif, anjing tidak boleh dievakuasi, warga makin beringas, dan kawan2 penyayang hewan di lokasi mulai mendapatkan tekanan dari warga, seperti yang dilaporkan langsung satu anggota Animal Defenders yg kami kirim tuk memantau kondisi aktualnya, James Chenney.
Bergegas tim kecil Animal Defenders menuju lokasi. Gw, Daud dan Berli. Ditengah jalan, berkoordinasi dengan mbak Sisca, disarankan untuk merapat ke Polsek Pondok Gede, laporan ke SPK dan berkoordinasi, sesuai instruksi dan atensi yang diberikan Pak Anjan Pramuka via mbak Sisca.
Singkat cerita, polisi di Polsek Pondok Gede berangkat ke TKP untuk mengamankan anjing tsb ke Polsek. Lumayan lengkap tim tsb, ada Provoost, KSPK, reserse, sabhara. Jam 21-an tim sampai di lokasi.
Namun di lokasi sudah padat orang. Gw yang merapat ketengah kerumunan, kesulitan bernegosiasi karena warga pada emosi, dan beberapa ada yang berkata2 gak enak. Sementara, temen2 penyayang hewan ada di sekitar tiang listrik yg berpenerangan cukup, dibawahnya ada si anjing yang dituduh tersebut.
Warga sepakat untuk menahan anjing tsb dilokasi untuk memancing babi ngepet kembali. Gw diminta warga menyediakan “logistik” begadang, kopi teh etc. Gw sanggupin. Gw kasih 500rb. Ada yang teriak kurang. Gw tanya, berapa maunya? Dia gak sebut angka. Gw tambahin 500rb lagi, jadi total 1jt. Mereka serempak “nah, ini baru cukup buat dua hari”. Karena gw kasih uang, maka gw minta tanda terima. Gw gak mau jadi bagian kena tipu mentah2. Mereka mau bikinin tanda terima, tapi mulai lempar2an siapa yang akan tanda tangan. Lalu sepakat yang akan tanda tangan pak RT. Tunggu punya tunggu, lama juga. Tau2 mereka datang lagi, balikin uangnya. Kata mereka, pak RT gak setuju. Yowis. Bagus.
Sekitar jam 23, gw tetap di lokasi ngobrol2 sama polisi2 tadi. Anjing sudah dibawa masuk ke halaman rumah pak RT dan pintu ditutup, bbrp yg berkepentingan ada di dalam, termasuk bbrp penyayang hewan.
Dokter hewan yang dipanggil tuk memberikan bantuan medis, akhirnya tiba. Ini jalan untuk mengatasi luka si anjing, karena tidak diijinkan dibawa ke klinik manapun.
Gw ikut menyeruak masuk rumah Pak RT dan lihat di dalam ada bu Tetty yang sedang beradu argumen dengan bersama warga yg bernada tinggi. Duduk disekitar meja tersebut, Bimas setempat, Pak RT, perwakilan keamanan setempat, polsek, dan bbrp warga yang paling vokal tentang babi ngepet ini.
Jawab menjawab ini menjadi meruncing, nada mulai meninggi, dan gw ngerasa bahwa ini makin berbahaya untuk keberadaan si anjing dan ada kecenderungan mau mengusir para penyayang hewan yg dilokasi.
Gw nimbrung, memohon ijin bicara. Menenangkan warga, dengan berempati dan menjelaskan darimana gw berasal, bertujuan mencarikan jalan yang enak buat semua. Singkat kata, hasil diplomasi membuahkan beberapa kesepakatan yang antara lain akses pertolongan medis diperbolehkan, diberikan akses menjenguk dan merawat / memberikan makan si anjing, serta jika dalam 2×24 jam anjing tidak berubah menjadi manusia, anjing boleh kami bawa pulang. Keselamatan anjing dijamin dan tidak akan ada tindak aniaya lanjutan.
Kesepakatan gw buat diatas kertas, dicap RT dan ditandatangani gw dan pihak2 yg bersangkutan. KTP gw difoto, didata. Gak masalah. Kita perlu yakin dalam menghadapi masalah dan diplomatis menghadapi warga yang resah dan marah.
Sekitar tengah malam, kami mundur dari lokasi. Sepakat untuk menurunkan tensi di lokasi, agar semua kondusif, asal si anjing selamat.
Minggu siang, gw dapat kabar bahwa beberapa kawan yang kasih makan si anjing diusir warga. Kondisi memanas lagi.
Minggu malam, berkomunikasi dengan menantu Pak RT, mas Arie, yg mengenali gw saat di TKP hari sabtu, tentang situasi yang memanas lagi karena gesekan2 dilapangan antara penyayang hewan dan warga yang ngotot.
Disini, gw juga dapet laporan dari temen2 yg disana bahwa ada celetukan2 “bakar aja anjingnya, orang2 ini sekalian”. Bukan sesuatu yang enak didengar ya? Tapi kawan2 hebat. Mereka gak merespons. Tetap tenang. Memang percuma meladeni.
Beberapa teman seperti dijebak. Mereka dipanggil ke lokasi sama pak RT atas keinginan warga, dan disana anjing tsb dalam kandangnya, sekelilingnya ditabur garam, dan berharap pemilik anjing jadi2an ini akan kelojotan ketika melintas diatas garam ini, karena anjingnya telah didoain rame2 agar lekas berubah seperti keyakinan mereka. Mbak Dessy yang melintas diatas garam dan mengelus si anjing, gak bereaksi apa2. Sepertinya warga yg provokator itu geram dan keluar celetukan2 yg sangat provokatif dan menghina.
Senin tiba. Semangat memuncak, karena ini 24 jam terakhir si anjing disandera. Walau ada indikasi bahwa akan ada resistensi warga tentang kesepakatan yg menyerahkan anjing ini, gw tetap optimis. Tapi tetap memperhitungkan kemungkinan2 yang ada, dan bagaimana mengantisipasinya.
Kemungkinan pertama, warga menyerahkan tanpa resistensi.
Kemungkinkan kedua, warga tidak mau menyerahkan. Ini akan memicu gesekan. Dan ini memang terindikasi jelas saat senin itu ada yang sedikit teriak di lokasi “anjingnya nanti bunuh aja, kalo pembela babi ngepet ini ngelawan, baru sikat semua dihabisin disini”.
Gw perlu antisipasi ini. Otot dan kepalan, kami punya. Banyak. Tapi bukan itu solusinya. Puter otak. Koordinasi dengan mbak Sisca, dan diatur jadwal bertemu dengan Pak Gede Sukadi, Kapolsek Pondok Gede siang itu.
Dalam pertemuan itu, gw jelaskan kronologis sejak awal sampai akhir, dinamika dilapangan bagaimana, celetukan2 provokatif tsb, provokator2 yang sejak hari pertama kami telah identifikasi nama dan ciri2nya dan kami setor ke beliau. Mengejutkan, beliau sudah tau siapa saja provokatornya dan cocok dengan apa yang kami pantau dan catat. Tidak lupa kami jelaskan, bahwa hasil investigasi kami di lapangan, banyak warga yang iba terhadap anjing tersebut dan menyuruh bawa saja.
Pak Kapolsek meminta gw dan kawan2 gak usah ke lokasi. Beliau sendiri yang akan turun dan edukasi warga. Beliau memberikan kepastian, bahwa keselamatan si anjing akan jadi prioritas.
Beliau ke lokasi. Bertemu bu RT (pak RT gak ada ditempat), warga2 yg ngeyel soal anjing pengawal babi ngepet ini. Beliau tanya, siapa yang lihat babi ngepetnya. Tidak ada yg menjawab pasti, cuma “katanya”. Lalu tanya ke warga yg uangnya hilang, apakah benar si babi ngepet yang ambil? Warga tersebut jawab “perasaan saya sih begitu pak” dan lsg ditampik Kapolsek dengan kata2 “kalo perasaan doang gak bisa jadi petunjuk”.
“Kalian cari, siapapun yang bisa membuktikan anjing ini bagian dari babi ngepet, bisa merubah jadi apapun, tolong panggil. Apakah itu Kyai, Ustadz, orang pinter, dukun, biayanya berapapun, Kapolsek yang bayar”. Tegas Kapolsek.
Kapolsek mengakomodir keinginan warga yang minta “injury time” dengan memancing babi ngepet dgn anjing tsb di lokasi, jam 12 malam sampe jam 05 pagi. Anjing dibawa Kapolsek ke Polsek Pondok Gede jam 17.30 dan lsg ngabarin kr gw via telepon, dan kami bergegas ke Polsek tuk merawat si anjing tsb. Anjing dibawa polsek, agar kerumunan warga berkurang dan lingkungan kondusif. Area tsb jd sangat padat, dan rentan terjadi gesekan / tindak kriminal dan menggangu ketenangan lingkungan.
Sambil ngobrol2 ttg proses edukasi dan negosiasi dgn warga tadi, Kapolsek menjelaskan langkah ini merupakan kewajiban kepolisian yang melihat ada keresahan di warga, dan ada potensi melebar dan membahayakan lingkungan tsb. Beliau menyaksikan sendiri ada kotak2 “amal” dan tarikan parkiran dadakan bagi orang2 yg mau liat si anjing. Jelas, ini adalah yang diinginkan para provokator. Exploitasi demi kantong2 pribadi.
Di polsek pondok gede, standby beberapa teman2 lintas group dan individu, antara lain Garda Satwa Indonesia, Animal Defenders, Liza Pieters, Maria, Dessy, dan beberapa kawan lain. Kami begadang menanti si anjing yang dibawa pihak Polsek kembali ke TKP, dikawal sekitar 8-10 polisi dari berbagai komponen. Ada satlantas, reserse, sabhara, SPK. Kami gak khawatir sama sekali, karena percaya sekali dengan komitment pak Kapolsek.
Menit serasa jam. Jam serasa abad. Kawan2 terserang kantuk hasil kelelahan selama beberapa hari. Gw sendiri menyibukkan diri dgn mondar mandir ketawa ketiwi biar gak ngantuk.
Jam yang dinanti tiba. Adzan subuh menggelegar dari Mushalla yang ada di polsek. Gak lama kemudian, kijang putih masuk. Gw berdiri dan loncat, FUCK YEAH! Si anjing tetap menjadi anjing seperti yang sudah kami pastikan ahahaha, dan ngerasa perang melawan kebodohan klenik itu sudah menang telak.
Kawan2 lain berhamburan dan menyambut si anjing. Ada yg terisak haru, ada yang sibuk melaporkan kesana sini. Semua bahagia.
Sembari menanti pak Kapolsek tiba pagi hari untuk apel, kami tetap berada di lokasi dan berniat membawa ke klinik secepatnya. Berbincang dengan para personil yang kawal anjingnya. Gimana kondisi di lokasi.
“Disana gelap total bang. Gak ada yang nyalain lampu. Ngerokok aja gak boleh. Liat Hp aja gak boleh. Cahayanya bisa ganggu agenda penjebakan babi ngepet. Warga pada bawa golok dan benda tajam lainnya. Jalanan ditutup. Bener2 hening. Tapi pas adzan subuh kumandang, warga bubar satu satu. Tadinya nurunin kandang anjing ini dr mobil pada semangat. Ini pas udah selesai, gak ada yang bantuin. Bubar semua” kata pak polisi itu.
Ya iyalah. Malu pasti. Wong anjing ini ya anjing biasa. Masa akan berubah jadi orang. Percaya akan hal kayak gini, selain gak relevan, juga musyrik bukan?
Belahan dunia lain udah berlomba keluar angkasa, menciptakan energi terbarukan dengan cara2 yang menakjubkan. Sebagian dari kita disini masih percaya babi ngepet. Amazing.
Si anjing dinamakan Strong. Pagi itu juga, gw + Berli + Ica + Jow dari GSI bawa ke klinik Rajanti di Serpong tuk mendapatkan perawatan. Dicek darah, dirontgen kakinya yg patah, dan rabu siang telah selesai operasi pasang plat di kakinya dan semoga syarafnya bs berfungsi baik karena ada dugaan syarafnya rusak kena pukulan.
Update terakhir, ada yang mengaku sebagai pemiliknya Strong dan mau mengunjungi ke klinik.
Pelajaran. JANGAN PERCAYA KLENIK. Dan, JANGAN BIARKAN ANJING ANDA BERKELIARAN SENDIRIAN TANPA PENGAWASAN. BANYAK MANUSIA BELUM JADI MANUSIA. MASIH JADI ONDEL2 DOANG.